Tuesday, 24 July 2012

Tarhib, Sebuah Perjalanan Dakwah


SMPIT Darul Abidin - Depok
oleh Imam Sapargo.

Ramadhan tinggal menghitung hari, dan seluruh umat muslim pun menjadi sibuk dibuatnya. Entah karena cinta yang sejati, atau karena cinta yang sesaat, atau karena cinta yang dibuat-buat. Bagi mereka yang cintanya dengan yang sejati, butiran rindu menggelantung di ujung dedaunan, nampak bagaikan sebuah permata, yang akan jatuh pada saat bertemu dengan yang sejati.


Sedangkan bagi mereka yang cintanya hanya sesaat, melihat ramadhan sebagai momentum yang tidak boleh dilewatkan begitu saja. Sebab akan ada banyak uang dan barang yang silih berganti hadir untuk dikeruk sebanyak-banyaknya. Entah itu dengan cara berdagang dengan menaikan harga, atau menghargai lebih tinggi dari pemberian jasa dari yang sudah ada sebelumnya. Ramadhan menjadi kuda pacu untuk kepentingan bisnis semata bagi mereka.

Hal tersebut kemudian berimplikasi pada lahirnya cinta yang lain, yakni cinta akan ramadhan yang dibuat-buat. Ramadhan menjadi objek yang seksi, diselimuti dengan pakaian-pakain serba muslim, wajahnya dipoles sedemikian rupa untuk tampil di depan acara-acara tv, dan esensinya dipotong-potong untuk memisahkan mana yang dirasa menguntungkan atau tidak menguntungkan. Kita pun menjadi cinta tanpa menjadi hal yang penting untuk mengetahui siapa yang kita cintai itu sesunggunya.

Dengan menggunakan 3 ornamen berfikir di atas, maka tarhib saya anggap sebagai sebuah perjalan dakwah. Nilainya sama dengan ceramah-ceramah dari balik mimbar masjid. Sama muatan yang disampaikan, sama tujuan atau pesan yang ingin disampaikan, dan sama-sama berupa ekspresi religiuisitasnya.

Itulah yang saya lakukan bersama ratusan anak-anak SMPIT Darul Abidin pagi tadi. Sebelum tarhib dilaksanakan, kami berkumpul dilapangan terlebih dahulu untuk menyaksikan yel-yel bertemakan ramadhan dari anak-anak kelas 7,8, dan 9. Gagasan utama yel-yel ramadhan ini adalah untuk menumbuhkan kecerian dan kebahagian dalam diri siswa ketika menyambut ramadhan. Usai semua menampilkan performa terbaiknya masing-masing, barulah perjalanan tarhib dimulai. Dalam tradisi yang ada, perjalanan tarhib selain untuk menyiarkan ramadhan kepada warga sekitar sekolah, juga dijadikan sebagai sebuah momentum untuk saling berbagi kepada mereka yang membutuhkan. Biasanya dalam bentuk nasi bungkus lengkap dengan sayur dan lauknya. Memang tidak bernilai, tapi bukankah cinta itu tidak bisa dinilai dengan parameter materi.

Mundur sedikit ke belakang, ke dalam kelas sewaktu persiapan tarhib. Ada salah satu murid yang bertanya. Pak kalau yang kita kasih  itu ternyata agamanya berbeda dengan kita bagaimana? Terus kalau dia menolak bagaimana? Terus kalau kita sudah mengasih nasi bungkus ke seseorang dan ternyata setelah saya kasih ada yang member lagi gimana? Kita kan gak bisa membedakan mana yang sudah dapat atau belum. Apa saya bawa tinta aja ya pak?

Mendapat hujan pertanyaan dari anak-anak smp tersebut, senyum saya menjadi semakin lebar saja. Dan saya pun berdakwah dari depan papan tulis untuk mereka semua yang berada di dalam kelas. Kalau kita sedang di jalan, terus bertemu dengan korban yang kecelakaan, apakah kita mesti bertanya kepada orang itu apakah agamanya? Tidak kan, sebagai sesama manusia pun nurani kita berbisik untuk menolongnya. Iya kalau dia punya kesempatan untuk menjawab, kalau tidak gimana dan langsung meninggal di tempat. Kemudian masalah menolak kebaikan, mari kita berlogika, lebih baik berbuat baik kepada orang lain dari pada berbuat jahat kepada orang lain. Meskipun kemudian kebaikan kita ditolak, tenang sajalah dan enjoy saja, bukannya 1 niat kebaikan walau belum terlaksana sudah tercatat menjadi amalan, sedangkan 1 niat buruk yang belum terlaksana hanya mendapatkan kesia-sian belaka.

Terkadang manusia hanya bisa menghitung riezqie yang nampak di matanya dan dalam genggaman tangannya, namun tidak bisa menghitung luasnya langit dan bumi dimana riezqie Allah keluar dari keduanya. Jadi, masalah dia sudah dapat nasi bungkus dan dapat nasi bungkus lagi, tidak masalah, mungkin saat itu Allah tengah membukakan pintu riezqienya kepada orang tersebut.

Dari kesadaran yang baru inilah kami kemudian berjalan-jalan keliling untuk membawa kecerian, kebahagian, dan suka cita ramadhan kepada penduduk sekitar sekolah. Tangan-tangan di atas disambut dengan tangan-tangan yang dibawah, senyum berbalas senyum, percikan api cinta pun nampak indah saat itu.

Usai tarhib, dengan pejalanan hampir 30 menit, kami semua melepas lelah dengan minum dan makan donat bersama, untuk kemudian kembali berkumpul di aula TKIT Darul Abidin. Disana akan ada  pengumuman hasil lomba dan juga menyaksikan pergelaran drama dengan tema ramadhan tentunya. Tepat pukul 11.45 wib, kami semua meninggalkan aula TK untuk kemudian bersiap diri melaksanakan shalat dzuhur berjama’ah di masjid.

No comments:

Post a Comment